Melupakannya
adalah bagian tersulit dalam mencintai. Melupakan, menghindari, membuang
perasaan ini jauh-jauh itu adalah paket kesulitan yang tak pernah bisa ku
gapai. Kalau aku boleh memilih lebih baik aku tak bernapas lagi dibandingkan
harus meninggalkan perasaan ini tanpa ujung yang jelas. Percuma juga aku
berusaha dan berupaya sekuat tenaga, disaat-saat melupakanmu tinggal satu
bagian lagi tiba-tiba dengan senyummu yang indah itu kau datang kau merangkulku
kau membicarakan setiap alasan kenapa kau bisa tersenyum.
Hatiku meradang,
entah sudah berapa lama luka ini tak pernah sembuh aku pun sudah lupa waktunya.
Kau yang tak pernah sadar dengan hatiku, kau yang dengan mudahnya mengatakan
kau rindu aku kau sayang padaku kau melarangku untuk pergi kemanapun tanpa kau
tau hal itu sudah menjadi janji bagi diriku sendiri.
Tapi kenapa
disetiap aku membutuhkanmu, kau tak pernah ada. Disaat aku sangat ingin bertemu
denganmu kau selalu sedang bersama orang lain. Semua yang kau inginkan selalu
aku penuhi dengan cepatnya, semua..meskipun aku tidak bisa memenuhinya tapi aku
berusaha untuk menggapainya. Sebaliknya, kau. Kau yang selalu terlihat
membanggakan dihadapanku, kau tak pernah sedikit pun membahagiakan aku dan
memenuhi satu keinginanku.
Kita memang
sangat bertolak belakang, mungkin kita memang tidak ditakdirkan bersama dan
mungkin ini hanya perasaanku saja yang terlalu berlebihan terhadapmu. Terhadap
dirimu yang kini datang lagi kedalam hidupku.
“kangen.”
Ucapanmu tadi siang cukup membuatku tercengang begitu hebatnya. Memang ini
sudah kau ucapkan berkali-kali dan memang seharusnya aku tak perlu tercengang
untuk kesekian kalinya. Tapi tak bisa. Kini pikiranku berputar ke beberapa jam
yang lalu.
“lo nggak mau
bales kangen gue?” tanyanya begitu polos sambil memandangku. “Hah? Bales kangen
lo? Hahaha.” Aku sangat bingung terhadapnya, kenapa dia sangat mudah memojokkan
aku dan perasaanku. Ku rasa dia tak bodoh pasti dia tau perasaanku selama ini,
pasti dia mengerti maksud tawaku.
“Ternyata bener,
lo emang nggak pernah percaya sama gue.” Ucapnya terakhir kali sambil bangkit
dari sampingku dan pergi meninggalkan aku begitu saja tanpa ada sedikitpun
penjelasan.
Dan kali ini,
aku merasakan sakit yang menusuk jantungku lagi. Ternyata usahaku untuk menghindarinya
tidak berhasil lagi kali ini. Dia yang membuat semua ini menjadi gagal, aku tak
bisa melihat sosok mata teduh itu lagi. kurasa aku akan terus merasakan gagal
kalau aku terus berada di dekatnya atau pun berada disatu lingkungan
bersamanya.
Aku harus
menghindarinya.....
Dan akhirnya,
aku tersadar semakin lama aku berusaha untuk mengindarinya semakin lama juga
aku akan bersamanya. Aku semakin mengerti kenapa waktu selalu mempertemukan aku
denganmu, kenapa waktu seperti melarang aku denganmu berpisah. Sebenernya itu
bukan kehendak waktu tapi usahaku lah yang membuat semua seperti bukan
keinginanku. Aku sendiri yang selalu mempertemukan diri denganmu.
Aku tidak akan
berusaha apapun untuk menjauhi dirimu, aku akan bersikap biasa saja. Aku akan
mengalir seperti perahu yang kehilangan arah ditengah lautan, aku akan menjadi
kertas kosong yang akan menunggu si penulis menorehkan tinta dan membentuk
garis diatas kertas itu, dan aku akan menjadi kain kanvas kosong yang menunggu
sang seniman menorehkan cat warnanya untuk memberi kehidupan bagi lukisannya.
Terbiasa. Aku
akan mencoba terbiasa, terbiasa hidup terombang-ambing karena perasaan ini
sehingga nantinya hatiku akan merasakan kenetralan sendiri. Semoga saja disaat
aku terbiasa seperti ini tingkat rasa sayangku padamu belum berkurang sedikitpun.
Dan semoga saja harapanku belum berubah sedikit pun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar