Jumat, 24 Agustus 2012

Memilih tanpa Pilihan


Melupakannya adalah bagian tersulit dalam mencintai. Melupakan, menghindari, membuang perasaan ini jauh-jauh itu adalah paket kesulitan yang tak pernah bisa ku gapai. Kalau aku boleh memilih lebih baik aku tak bernapas lagi dibandingkan harus meninggalkan perasaan ini tanpa ujung yang jelas. Percuma juga aku berusaha dan berupaya sekuat tenaga, disaat-saat melupakanmu tinggal satu bagian lagi tiba-tiba dengan senyummu yang indah itu kau datang kau merangkulku kau membicarakan setiap alasan kenapa kau bisa tersenyum.
Hatiku meradang, entah sudah berapa lama luka ini tak pernah sembuh aku pun sudah lupa waktunya. Kau yang tak pernah sadar dengan hatiku, kau yang dengan mudahnya mengatakan kau rindu aku kau sayang padaku kau melarangku untuk pergi kemanapun tanpa kau tau hal itu sudah menjadi janji bagi diriku sendiri.
 
Tapi kenapa disetiap aku membutuhkanmu, kau tak pernah ada. Disaat aku sangat ingin bertemu denganmu kau selalu sedang bersama orang lain. Semua yang kau inginkan selalu aku penuhi dengan cepatnya, semua..meskipun aku tidak bisa memenuhinya tapi aku berusaha untuk menggapainya. Sebaliknya, kau. Kau yang selalu terlihat membanggakan dihadapanku, kau tak pernah sedikit pun membahagiakan aku dan memenuhi satu keinginanku.
Kita memang sangat bertolak belakang, mungkin kita memang tidak ditakdirkan bersama dan mungkin ini hanya perasaanku saja yang terlalu berlebihan terhadapmu. Terhadap dirimu yang kini datang lagi kedalam hidupku.

“kangen.” Ucapanmu tadi siang cukup membuatku tercengang begitu hebatnya. Memang ini sudah kau ucapkan berkali-kali dan memang seharusnya aku tak perlu tercengang untuk kesekian kalinya. Tapi tak bisa. Kini pikiranku berputar ke beberapa jam yang lalu.
“lo nggak mau bales kangen gue?” tanyanya begitu polos sambil memandangku. “Hah? Bales kangen lo? Hahaha.” Aku sangat bingung terhadapnya, kenapa dia sangat mudah memojokkan aku dan perasaanku. Ku rasa dia tak bodoh pasti dia tau perasaanku selama ini, pasti dia mengerti maksud tawaku.
“Ternyata bener, lo emang nggak pernah percaya sama gue.” Ucapnya terakhir kali sambil bangkit dari sampingku dan pergi meninggalkan aku begitu saja tanpa ada sedikitpun penjelasan.
Dan kali ini, aku merasakan sakit yang menusuk jantungku lagi. Ternyata usahaku untuk menghindarinya tidak berhasil lagi kali ini. Dia yang membuat semua ini menjadi gagal, aku tak bisa melihat sosok mata teduh itu lagi. kurasa aku akan terus merasakan gagal kalau aku terus berada di dekatnya atau pun berada disatu lingkungan bersamanya.
Aku harus menghindarinya.....

Dan akhirnya, aku tersadar semakin lama aku berusaha untuk mengindarinya semakin lama juga aku akan bersamanya. Aku semakin mengerti kenapa waktu selalu mempertemukan aku denganmu, kenapa waktu seperti melarang aku denganmu berpisah. Sebenernya itu bukan kehendak waktu tapi usahaku lah yang membuat semua seperti bukan keinginanku. Aku sendiri yang selalu mempertemukan diri denganmu.
Aku tidak akan berusaha apapun untuk menjauhi dirimu, aku akan bersikap biasa saja. Aku akan mengalir seperti perahu yang kehilangan arah ditengah lautan, aku akan menjadi kertas kosong yang akan menunggu si penulis menorehkan tinta dan membentuk garis diatas kertas itu, dan aku akan menjadi kain kanvas kosong yang menunggu sang seniman menorehkan cat warnanya untuk memberi kehidupan bagi lukisannya.

Terbiasa. Aku akan mencoba terbiasa, terbiasa hidup terombang-ambing karena perasaan ini sehingga nantinya hatiku akan merasakan kenetralan sendiri. Semoga saja disaat aku terbiasa seperti ini tingkat rasa sayangku padamu belum berkurang sedikitpun. Dan semoga saja harapanku belum berubah sedikit pun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar