Dicintai oleh seorang puitis memang indah, walaupun tak pernah ada namamu dalam sajaknya tapi sosokmu selalu diceritakan dengan sempurna. Tetapi, sayangnya aku bukan seorang puitis. Bagaimana kalau kutipan diatas berlaku terbalik?
Aku yang seorang biasa mencintaimu yang seorang puitis? Masih indahkah perasaanku? Namaku tak pernah ada dalam sajaknya, sosokku pun begitu tak pernah ada dalam setiap perkataan sajaknya. Padahal aku selalu berharap sosok yang selama ini kau panggil dengan sebutan manis itu adalah aku.
Kurasa harapan ku terlalu tinggi, sangat tinggi. Sampai harapan ini sudah berkali-kali melempar dan menjatuhkan aku ke dunia yang hampa, yang membuatku merasa sendiri dan sepi. Setiap sajak yang kau tulis, walaupun itu bukan untuk aku dan aku sangat yakin akan hal itu tetapi anehnya aku akan menjadi penggemar dari setiap sajak itu dan aku selalu berusaha untuk menjadi orang pertama yang dapat membaca setiap sajakmu.
Kurasa aku sangat menyedihkan, menunggu sesuatu yang sama sekali tak mengetahui usahaku. Kurasa aku sangat bodoh, selalu berlomba untuk menempati tempat pertama padahal sudah sangat jelas tempat itu bukanlah milik ku.
Aku sadar akan tingkah laku menyedihkan dan bodoh yang aku buat tapi, aku bahagia melakukan hal itu. Aku merasa sempurna saat hal yang aku lakukan berjalan lancar meskipun lancarnya jalanku tak membuahkan hasil kalau kau-bisa-mencintaiku-juga.
Bukankah hal yang dinilai dalam mencintai seseorang adalah usahanya? Hasil hanya milik Takdir dan Tuhan. Dan aku percaya Tuhan itu adil dalam memberi hasil pada umatnya :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar