Selasa, 07 Agustus 2012

Sepenggal kisah bersamamu (1)


Kediri mengingatkan aku tentang pertemuan yang selalu menjadi pertemuan termanis dalam sejarah kisah hidupku. Tercatat baik-baik dan tertata dengan rapi didalam memori otak-ku. Entah saat itu apa yang sedang aku pikirkan sampai-sampai aku bisa bertemu dengannya “si sorot abu-abu” aku memanggilnya dengan sebutan itu, meskipun aku tahu namanya tapi aku lebih menyukainya dengan memanggil dia si-sorot-abu-abu.
Baru kali ini aku mencoba untuk pergi jauh sendirian, saat aku datang ke Kediri aku dititipkan bersama dengan keluarga jauh dari ayah untuk berangkatnya. Tapi, pada saat pulang ternyata kepulanganku dipercepat dari tanggal yang sudah ditetapkan.
Persiapanku hancur total, ini semua karena keadaan di Jakarta tidak memungkinkan kalau aku tidak pulang sekarang. Mood hancur lebur, diperjalan menuju stasiun aku selalu menggerutu dan mengomel sendiri. Sesampainya distasiun aku mencoba merangkul suasana ku tengok kanan-kiri. Sayangnya ini bukan kotaku sejauh apapun mata memandang aku tak akan melihat kawan yang aku kenal.
Sesekali aku melirik kearah karcis yang ku genggam, Senja Kediri Gerbong 3 nomor duduk 11b. Semoga saja ini karcis mutlak jadi tempat duduk tidak usah ditukar-tukar, desahku dalam hati. Setengah jam aku menunggu kedatangan kereta akhirnya kini kereta itu melaju cepat dan berhenti dihadapan ku. Susah payah aku menaiki hingga bisa masuk kedalam gerbong yang kutuju.Sontak mataku terbelalak, tempatku ada yang mengisi. Seorang ibu berpipi bakpau dengan badan yang cukup mendramatisir, mukanya pun terlihat sangar. “permisi..ini tempat duduk saya bu. Boleh saya duduk?” tanyaku dengan nada sopan. Ibu-ibu itu membuka matanya pelan, dan akhirnya ia tersadar dari tidur sementaranya, “aduh adek maaf ya disini tempat duduknya bisa ditukar-tukar saya mau duduk dengan suami saya. Adek duduk ditempat kosong lain saja” kata ibu-ibu menjengkelkan itu.
Kepalaku sedikit berputar mencari tempat kosong, dan hampir semua bangku digerbong ini terisi. “astaga tuhaaan!! Apa ini akhir hidupku!” ucapku kesal dalam hati. “tapi bu, maaf disini tempatnya sudah penuh. Mending ibu saja yang cari, kan ini tempat saya” jawabanku atas pernyataannya yang seharusnya tidak perlu dijawab dan kini menimbulkan konflik. Finally, bukan sang ibu-ibu judes yang menjawab melainkan seorang bapak-bapak yang menyeka kalimatku, mungkin suaminya “dek, kan istri saya sudah duduk duluan. Sini saya carikan tempat duduk, dasar anak cewek duduk aja manja.” Ketus bapak-bapak itu.
“APAA? Maaf pak saya bukan anak kecil. Buktinya saya mengerti mana hak milik sendiri dan milik orang lain,” dengan segala keberanian aku mengungkapkan kalimat itu dan kini emosiku memuncak sampai akhirnya kalimat akhirku terdengar jelas sangat bodoh, “berdiri sampai Jakarta juga nggak salah kok, seumur hidup sekali!” bentakku sambil memutar badan. Kini kereta sudah mulai melaju, dan semua orang yang ada didalam gerbong 3 melihatku dengan tatapan aneh, entah iba atau mengucap kalimat negatif. “maaf mbak, duduk disamping sini aja. Kosong kok” ucap seseorang sambil menepuk pundak kanan ku pelan.
Tanpa pikir panjang aku langsung meletakkan koper yang aku bawa keatas tempat seperti penitipan tas, dan tanpa mengiyakan dahulu aku langsung terduduk ditempat lelaki baik tadi terduduk. Aku sudah memperhatikannya daritadi, tempat duduk kosong disampingnya selalu membuat aku berharap kalau saja dia bisa membaginya. Dan kini benar saja aku telah mendudukinya. Earphone merah yang cukup besar yang menutupi indra pendengarannya kini sudah diletakkan diatas meja didepan kursi kereta. Aku yang sama sekali tidak mengenalnya hanya bisa diam dan mencoba untuk mengalihkan wajah agar tak penasaran dengan wajah si baik hati ini.
Kini rasa penasaranku benar-benar memuncak, aku ingin tahu siapa orang baik ini persetan masalah dia jahat nantinya atau tidak atau sepertinya aku yang jahat karena aku tidak mengucapkan rasa terima kasih padanya padahal ia sudah baik hati memberikan bantuan. Belum aku bertanya dia sudah memulai pembicaraan denganku, suaranya memang selalu terdengar lembut apakah orang baik selalu mempunyai suara selembut ini? Tanyaku pada diriku sendiri.
“Maaf mbak, darimana? Tadi saya denger lagi rebutan tempat duduk sama ibu-ibu itu ya?” tanyanya membuka pembicaraan. “Yah bukan rebutan lagi kali udah hampir tarik-tarikan bangku kereta. Saya dari Kediri mau ke Jakarta. Sendirinya?” aku balik bertanya kepadanya. “Astaga orang bodoh juga tau kalau aku dari Kediri, buat apa aku dari Bali tapi kalau aku ke stasiun Kediri” makiku dalam hati. “Sama tapi mau ke Bogor. Masih SMA ya mbak?” tanyanya lagi. “Iya..kok tau? Sendirinya pasti udah kuliah atau kerja ya?” tanyaku lugu sambil senyum-senyum, ya lumayanlah kalau punya temen disini toh akukan sendirian di kereta jadi kalau ada apa-apa bisa minta tolong dia. “Enggak mbak, udah lulus baru aja lulus. Tau, soalnya badannya masih kecil. Berani ya jalan-jalan sendiri sejauh ini?” ledeknya. Jujur saat terjadi hal ini aku menyipitkan mata dan mencoba untuk meredam emosi atas perkataannya yang bilang kalau aku adalah anak kecil, memang sebesar apa badan anak yang sudah kuliahan? Sombongnya..
“Masih kecil?” ucapku sedikit ketus sambil mengeluarkan tawa tak ikhlas. “Kayanya badan manusia emang segede ini deh, emang mau gede gimana lagi? Kalo gede mah gajah noh.” Lanjut ku. “Ohiya gede mah gajah, ngomong-ngomong siapa mbak namanya? Daritadi ngobrol ngalor-ngidul tapi nggak tau namanya.” Perlu ya tau nama saya! Setelah nyindir badan saya! Sabar...sabar...sopan dikit sama orang yag ngasih tempat duduk ke diri kamu, nanti kalo ngajak berantem bisa didepak. “Nama ya? Regi..kamu?” tanyaku balik. “Ridwan.” Kini dia menjawab sambil mendongakan wajahnya dan melepaskan pandangannya dari gadget modernnya. Astaga! Matanya, bola matanya warna abu-abu. Warna bola mata yang paling aku sukai dan astaga senyumnya! Kalau ini bukan ditempat umum aku akan berteriak histeris karena ini adalah senyum terindah yang pernah aku lihat. Aku benar-benar lupa dengan ejekannya dan kini aku jatuh cinta pada senyum dan bola matanya. Sempurna wajahnya pun wajah laki-laki ideal zaman sekarang, aku benar terpikat pada cowok baik hati si abu-abu ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar